Kajian Hadis Ormas Islam LDII

 

KAJIAN HADIS ORMAS ISLAM LDII

Bimo Dai Baihaqi, Dyah Ayu Damayanti, Farissa Rahmah Putri


PENDAHULUAN

Di kalangan umat beragama, dewasa ini bermunculan aliran-aliran baru yang diantaranya dianggap menyimpang dari kemurnian ajaran Islam. Salah satu aliran agama yang tumbuh di kalangan umat Islam Indonesia adalah Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang biasa disingkat LDII. Paham keagamaan yang dikembangkan oleh LDII dianggap kontroversial dan meresahkan masyarakat di berbagai daerah, karena dianggap masih mengajarkan paham Darul Hadits / Islam Jama’ah yang telah dilarang oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1971 (SK Jaksa Agung RI No. Kep-089/D.A/10/ 1971 tanggal 29 oktober 1971).

Diantara pokok ajaran dan praktek keagamaan mereka ada hal-hal yang dianggap menyimpang dari kemurnian ajaran Islam, terutama yang dianut kaum muslim Indonesia. Atas dasar inilah penulis termotivasi untuk menelusuri hakikat LDII yang tentunya tetap mengedepankan obyektifitas data dan fakta sejarahnya. Adapun permasalahan yang akan dikemukakan dalam tulisan ini adalah bagaimana sejarah dan perkembangan kajian hadis dalam ormas islam LDII, Pemikiran dan karakteristik kajian hadis dalam ormas islam LDII, Kontribusi ormas islam LDII dalam kajian hadis di indonesia, Tokoh-tokoh hadis dalam ormas islam LDII dan karya-karya nya dalam bidang hadis. 

PEMBAHASAN

Sejarah dan Perkembangan Hadis dalam Ormas Islam LDII

LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) merupakan nama baru dari sebuah aliran Islam yang cukup besar dan tersebar di Indonesia. Pendiri dari aliran ini adalah Kyai Nur Hasan al-Ubaidah Lubis (luar biasa). Sedangkan nama kecilnya adalah Madigal, seorang pribumi Jawa Timur. Nur Hidayat menyebutkan bahwa awal berdirinya lembaga ini pada tahun 1951 dengan nama Darul Hadis bertempat di Desa Burengan, Banjaran, Kediri, Jawa Timur.[1]

            Selain di Kediri, terdapat dua daerah lain yang diduga menjadi asal munculnya aliran ini, yaitu Desa Gadingmangu, Kecamatan Perak Kabupaten Jombang dan Desa Pelem, Kertosono, Nganjuk Jawa Timur. Pada tahun 1968, Pengurus Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) Jawa Timur membubarkan aliran ini karena ajarannya dianggap menyimpang dan meresahkan masyarakat setempat. Kemudian di tahun yang sama, aliran ini mengganti nama dengan Islam Jamaah (selanjutnya disebut IJ).  

            Dikarenakan ajaran-ajarannya dianggap menyimpang serta menimbulkan keresahan di masyarakat terutama di Jakarta, maka berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung RI tanggal 29 Oktober 1971 secara resmi gerakan Islam Jamaah dilarang di seluruh di Indonesia. Kemudian pada bulan November tahun 1990, mereka mengadakan Musyawarah Besar Lemkari bertempat di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta dan berganti nama menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia).[2]

            Perkembangan LDII sekarang, dapat dilihat dari beberapa periode: Periode pertama sekitar tahun 1940-an, ini adalah masa awal H. Nurhasan (Madigol) menyampaikan ilmu Manqul-Musnad-Muttashil, yaitu Ilmu Al-Quran Manqul dan Ilmu Hadits Manqul. Pada tahapan ini juga ia mengajarkan Qiro’at dan ilmu beladiri pencak silat kanuragan. Pada tahun 1951 ia memproklamirkan Pondok Pesantren Darul-Hadits.

            Periode kedua tahun 1951, adalah masa membangun asrama pengajian Darul Hadits berikut pesantren-pesantrennya di Jombang, Kediri, dan di Jalan Petojo Sabangan Jakarta, hingga sang Madigol bertemu dan mendapat konsep asal doktrin Imamah dan Jama’ah (yaitu Bai’at, Amir, Jama’ah, Taat) dari imam dan khalifah Dunia Jama’atul Muslimin Hizbullah, yaitu Imam Wali al-Fatah, yang pada zaman Bung Karno menjabat Kepala Biro Politik Kementerian Dalam Negeri RI, yang dibai’at pada tahun 1953 di Jakarta oleh para Jama’ah dan Madigol. Adapun mantan Anggota DH/IJ Ust. Bambang Irawan Hafiluddin pada tahun 1960 ikut berbai’at kepada Wali al-Fatah di Jakarta.[3]

            Periode ketiga tahun 1960, adalah masa periode bai’at kepada Madigol. Yaitu ketika ratusan Jam’ah Pengajian Asrama Manqul Qur’an dan Hadits di Desa Gading Mangu menangis meminta sang Madigol agar mau dibai’at dan ditetapkan menjadi Imam/Amir Mu’minin. Mereka menyatakan sanggup taat dengan mengucap Syahadat, Sholawat, dan kata bai’at “Sami’na wa ‘atho’na, Mas tatho’na“ .

             Periode keempat, penyebaran doktrin bai’at dan mengajak anggota sebanyak-banyaknya, setelah masa bai’at sang Madigol. Pada periode ini masa bergabungnya Bambang Irawan, Drs. Nur Hasyim, Raden Eddy Masiadi, Notaris Mudiyomo, dan Hasyim Rifa’i, hingga masa pembinaan aktif oleh mendiang Jenderal Soedjono Hoemardani dan Jenderal Ali Moertopo.

Berikut para perwira Opsus-nya, yaitu masa pembinaan dengan naungan surat sakti BAPILU SEKBER GOLKAR dengan Surat Keputusan No. KEP. 2707/BAPILO/SBK/1971 dan Radiogram PANGKOPKAMTIB No. TR 105/KOMKAM/III/1971 atau masa LEMKARI sampai dengan saat LEMKARI dibekukan di seluruh Jawa Timur atas desakan keras Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur pimpinan K.H.

 Misbach hingga masa meninggalnya Sang Madigol pada hari Sabtu 13 Maret 1982 dalam pristiwa kecelakaan lalu lintas di dekat Cirebon, yang saat itu ia mengendarai sepeda motor Mercy Tiger. Namun, pristiwa itu dirahasiakan dan posisinya digantikan oleh putra sulungnya yang bernama Abdu Dhohir.

            Periode kelima, masa LEMKARI berganti nama tahun 1990/1991 menjadi LDII hinga sekarang. Masa ini disebut sebagai masa kemenangan, sebab LDII berhasil go-internasional, masa suksesi besar setelah antek-antek Madigol berhasil menembus Singapura, Malaysia, Saudi Arabiya, Amerika Serikat dan Eropa, bahkan Australia, tentu saja dengan siasat Taqiyahnya (Fathonah, Bithonah, Budi Luhur Luhuring budi).[4]

 

Pemikiran dan Karakteristik Kajian Hadis Ormas Islam LDII

1.      Pemikiran

Dalam aliran LDII, menyatakan bahwa setiap ilmu apapun yang diperoleh, termasuk juga hadis dan alatnya, yang boleh diterima adalah yang manqul ( yang keluar dari ucapan sang amir / imam ). Mereka memiliki keyakinan bahwa hadis yang diriwayatkan baru dianggap sah apabila memenuhi tiga syarat yaitu manqul ( bertemu dengan guru secara langsung ), muttasil ( bersambung kepada Rasulullah ), dan musnad ( memiliki sanad ).

Manqul bermakna dinukil ( dipindahkan ), diriwayatkan, diambil langsung dari sumbernya, berhadap hadapan langsung dan bukan melalui tulisan maupun media lainnya. Yang dimaksud disini adalah hadis tersebut harus dinukil langsung dari lisan sang amir yaitu Nurhasam al Ubaidah.

            Sedangkan yang dimaksud dengan muttasil dan musnad adalah hadis tersebut memiliki ketersambungan sanad yang sampai kepada Rasulullah. Berawal dari Rasulullah saw. Menyampaikan hadis kepada sahabatnya, dari sahabat kepada para tabi’in, tabi’tabi’in dan seterusnya sampai akhirnya kepada kita sekarang ini melalui sanad yang shahih.  Menurut H.Nurhasan sendiri, sanad yang terakhir tersebut adalah dirinya sendiri.  Jadi, setiap hadis ataupun ilmu apapun yang dipelajari haruslah melalui H.Nurhasan, baik materinya, bacaannya, maupun penjelasannya. Tanpa melalui beliau, hadis tersebut tidak sah dan tidak boleh dipergunakan oleh kaum muslimin.

            Hadis dha’if ( lemah ), menurut kelompok LDII dianggap sebagai sesiatu yang menjijikkan, hingga ketika seseorang menyampaikan atau menggunakan hadis dha’if dalam membuat dalil, mereka akan bergegas mencemooh, mencela dan langsung menolaknya. Mereka juga mendudukkan hadis dha’if seperti layaknya hadis palsu yang sama sekali tidak boleh digunakan dalam berhujjah maupun untuk Fadhailul a’mal. [5]

            Bentuk bentuk pemikiran Lembaga Dakwah Islam Indonesia ( LDII ) Pokok pokok ajaran LDII yaitu :

a. Orang silam di luar kelompok mereka adalah kafir dan najis, termasuk kedua orang tua sekalipun.

b. Kalau ada orang diluar kelompok mereka melakukan shalat di  masjid mereka , maka bekas tempat shalatnya di cuci karena dianggap sudah terkena najis.

c. Wajib taat kepada amir atau imam, “ tidak ada islam tanpa jama’ah, tidak ada jama’ah tanpa keamiran, tidak ada keamiran tanpa ketaatan”.

d. Mati dalam keadaan belum bai’at kepada amir atau imam LDII makan akan mati jahiliyyah ( mati kafir ).

e. Al Qur’an dan Hadis yang boleh diterima adalah yang manqul ( yang keluar dai mulut imam atau amir mereka). Yang keluar atau di ucapkan oleh mulut muut yang bukan imam / amir mereka maka haram untuk diikuti. “ barang siapa berkata mengenai kitab Allah dengan pendapatnya (tanpa ilmu ), maka dia salah walau benar”.

f. Haram mengaji Al Qur an dan Hafidz kecuali  kepada imam/amir mereka.

g. Dosa bisa ditebus kepada sang amir / imam, dan besarnya tebusan tergantung besar kecilnya dosa yang diperbuat, sedangkan yang menentukannya adalah imam/ amir.

h. Harus rajin membayar infaq, shadaqah, dan zakat kepada amir/imam, dan haram mengeluarkannya kepada orang lain.

i. Harta benda diluar kelompok mareka dianggap halal untuk diambil atau dimiliki walaupun dengan cara bagaimanapun memperolehnya seperti mencuri,merampok,korupsi,menipu,dan lain lain, asal tidak ketahuan / tertangkap. Dan  kalau berhasil menipu  orang lslam di luar golongan mereka, dianggap berpahala besar. “ dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” ( Q.S. Al baqarah : 29 ).

j. Bila mencuri harta orang lain yang bukan golongan LDII lalu ketahuan, maka salahnya bukan mencurinya itu, tetapi kenapa mencuri kok ketahuan.

k.  Harta , uang , zakat , infaq , shadaqah yang sudah di berikan kepada amir/imam, haram ditanyakan kembali catatannya atau digunakan kembalu-I uang zakat tersebut.

l. Haram membagikan daging qurban atau zakat fitrah kepada orang lslam di luar kelompok mereka.

m. Haram shalat dibelakang imam yang bukan kelompok mereka, kalaupun terpaksa sekali, tidak   usah berwudhu karena shalatnya harus di ulang kembali.

n. Haram nikah dengan orang diluar kelompok jama’ahnya atau di luar jama’ahnya.[6]

o. Perempuan LDII kalau mau bertamu ke rumah orang yang bukan kelompok mereka, maka memilih waktu pada saat haid, karena badan dalam keadaan kotor sehingga ketika di rumah non LDII yang dianggap najis itu tidak perlu dicuci lagi.

p. Kalau ada orang diluar kelompok mereka yang bertamu dirumah , maka bekas temoat duduknya dianggap kena najis.

q. Haram hukumnya bertawassu istighisah dan pelakunya di hukumi syirik.

r.  Semua bid’ah adalah sesat dan pelakunya akan masuk neraka selamanya.” Setiap bid’ah adalah sesat , dan setiap kesesatan berada di neraka “ ( Al Hadis). Mengharamkan tradisi islam seperti Maulidan, Yasinan dan Tahlilan dll.

2.      Karakteristik

Islam Jama‘ah adalah suatu nama jama‘ah sempalan yang sangat identik dengan khawarij. Kelompok ini pusatnya di Indonesia dan hampir tidak terdengar namanya di luar Indonesia, walaupun mereka mengaku-ngaku bahwa jama‘ah mereka ini telah mendunia. Jama‘ah ini didirikan oleh seorang yang bernama Nur Hasan Ubaidah, yang menurut pengakuannya bahwa jema‘ah ini telah ada sejak tahun 1941. Namun yang benar ia baru dibai‘at pada tahun 1960. Kelompok ini berdiri pertama kalinya dengan nama Darul Hadits. Lalu kemudian berganti-ganti nama menjadi YPID (Yayasan Pendidikan Islam Djama‘ah), lalu LEMKARI dan pada tahun 1991 menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia).

Penggantian ini dalam rangka menyesuaikan dengan keadaan dan supaya tidak ketahuan jejak mereka jika mulai timbul ketidaksukaan dari masyarakat. Berikut sekilas tentang jemaah mereka. Sistem Pengajian Sistem pengajian mereka disebut mangkul.

 Yaitu bahwasanya kajian hadits dan Al-Qur‘an harus memakai isnad. Mereka berdalil dengan perkataan Ibnul Mubarok: Isnad itu bagian dari agama. Kalau tanpa isnad, maka siapa saja akan berkata apa yang dia sukai. Dalam masalah hadits, Nur Hasan Ubaidah mengaku mempunyai isnad sampai ke Imam Bukhari dan Imam-Imam yang lainnya. Sedang dalam masalah Al-Qur‘an, dia mengaku mempunyai isnad sampai ke Ali bin Abu Thalib dan Utsman bin Affan, bahkan sampai ke malaikat Jibril.

 Siapa saja yang memiliki isnad selain Islam Jema‘ah dianggap tidak sah dan palsu. Menurut mereka barang siapa yang beramal tanpa isnad sama saja amalnya tidak sah dan tidak diterima oleh Allah. Sehingga wajar saja jika kita masuk mesjid atau rumah mereka, mereka selalu mengepel bekas kita karena menganggap toharoh kita tidak sah sehingga kita dianggap membawa najis.[7]

            Islam Jama’ah dan Hadits Nabi Menurut mereka, shahih tidaknya suatu hadits tergantung kepada amir mereka. Sebuah hadits palsu dapat dianggap hadits shahih jika menurut amir mereka hadist shahih. Sistem keamiran menurut mereka, mendirikan kelompok (jema’ah) dan berbai’at terhadap amir adalah wajib. Dalil-dalil yang mereka gunakan adalah:

1.        Hadits tentang iftiroq (terpecahnya) umat menjadi 73 golongan. Dan dalam suatu lafaz hasits tersebut Rosulullah menjelaskan hanya satu golongan yang masuk surga yaitu al-Jama’ah. Menurut mereka, itulah jema’ah mereka yang disebut oleh Rasulullah saw.

2.        Sebuah hadits yang menurut mereka diriwayatkan oleh Imam Ahmad, namun ternyata tidak ada. Yaitu hadits: Tidak ada islam kecuali dengan jama‘ah dan tidak ada jama‘ah kecuali dengan amir dan tidak ada amir kecuali dengan bai‘at. Itu hanyalah ucapan Umar bin Al-Kaththab yang diriwayatkan oleh Ad-Darimi dengan sanad yang dhaif didalam sanadnya ada perawi majhul dan lemah (lihat silsilah fatawa syar’iyyah karya syaikh Abul-Hasan As-Sulamani fatwa no.39)

3.       Surat Al-Isro’ ayat 71 “Pada hari yang kami panggil setiap orang dengan imamnya (kitab catatan amalnya), maka barang siapa yang didatangkan kitabnya dari kanannya, maka mereka membaca kitabnya dan mereka tidak dirugikan sedikitpun.” Menurut mereka pada hari kiamat nanti setiap orang akan dpanggil bersama imamnya yaitu amirnya. Barang siapa yang tidak punya amir, maka dia akan dikumpulkan bersama orang-orang kafir.

    Anggota-anggota Islam Jama‘ah sangat taat kepada amirnya. Mereka berdalil dengan surat An-Nisa ayat 59: “Hai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kepada Rosul dan Ulil amri diantara kalian.” Menurut mereka hanyalah disebut orang beriman jika telah taat kepada Allah, Rasulullah, dan amir mereka. Tidak cukup hanya taat kepada Allah dan Rosulullah.

            Jadi perintah Allah sama dengan perintah Rasul sama dengan perintah amir mereka. Bahkan jika mereka berbuat ma‘siat kepada Allah, bisa dimaafkan dengan cukup beristigfar. Namun jika bersalah kepada amir, maka tidak cukup hanya beristigfar tapi juga harus dengan membuat surat pernyataan tobat (yang hal ini merupakan tasyabuh dengan orang-orang Kristen Katolik) dan membayar kafarah yang ditentukan menurut selera amir mereka.

Perekonomian Jalannya kegiatan amir dan para pengurus jema‘ah mereka yaitu dengan menarik sodaqoh wajib dari setiap anggotanya sekian persen dari pendapatannya. Besar sodaqoh wajib (yang lebih cocok disebut pajak) ini berubah-ubah sesuai keputusan amir, dan setiap anggota tidak sama berdasarkan kekayaan mereka. Pengkafiran terhadap orang-orang di luar jama’ah mereka Perlu diketahui bahwasanya jenis anggota mereka secara umum terbagi dua, yaitu fanatik (bersifat keras tanpa toleransi) dan moderat (ada sedikit toleransi terhadap orang-orang diluar jema‘ah mereka). Yang moderat ini biasanya adalah anggota-anggota baru yang mereka anggap seperti muallaf. Mereka masih mau sholat dengan orang-orang diluar jema‘ah mereka, namun lama-kelamaan juga akan sama seperti yang fanatik Sedangkan yang fanatik, mereka menganggap semua orang yang diluar kelompok mereka adalah kafir.

 Sehingga mereka tidak mau sholat di imami atau di mesjid orang-orang yang bukan anggota jema‘ah mereka. Bahkan mereka boleh mengambil harta orang diluar jema‘ah mereka asal tidak membahayakan mereka. Aqidah Mereka Menurut mereka orang yang melakukan dosa besar kekal di dalam neraka. Dan orang-orang yang tidak membai’at imam mereka adalah kafir dan najis.[8]

            Selain itu mereka mempunyai suatu aqidah yang identik dengan taqiyyahnya orang-orang Syi‘ah. Mereka menamakannya Fathonah bithonah Budiluhur Luhuringbudi Karena Allah. Yaitu bolehnya berbohong demi kepentingan jema‘ah mereka. Mereka berdalil dengan kisah berbohongnya Nabi Ibrahim ketika berkata bahwa patung besar yang telah menghancurkan patung-patung yang kecil. Sistem Doktrin Ajaran Mereka Kekuatan doktrinnya tertumpu pada ‘Sistem 354‘ yaitu: 3 = Jamaah, Quran dan Hadits. 5 = Program lima bab berisi janji/sumpah bai’at keepada sang amir yaitu: Mengaji, Mengamal, Membela, Sambung jamaah dan Taat Amir. 4 = Tali pengikat Iman yang terdiri dari: Syukur kepada Amir, Menganggungkan Amir, Bersungguh-sungguh dan Berdoa.

            Peringatan Kita harus berhati-hati terhadap mereka, jangan sampai tertipu oleh mereka. Sering sekali mereka menutupi sifat-sifat mereka. Sehingga ketika mereka mendakwahi orang awam seakan-akan mereka seperti orang biasa yang mau berjabat tangan dengan orang lain, tidak mengkafirkan orang lain, dan tidak menganggap orang lain membawa najis dan sebagainya. Padahal ini semua adalah tipuan mereka yang mereka sebut dengan bitonah agar bisa mempunyai anggota yang sebanyak-banyaknya. (dinukil dengan ringkas dari kaset sesatnya Islam jama’ah oleh Ustadz Hasyim Rifa’i dahulunya beliau adalah anggota Islam Jama’ah dan buku Bahaya Islam Jamaah Lemkari dan LDII).[9]

Kontribusi Oramas Islam LDII dalam Perkembangan Hadis di Indonesia

Dalam aliran LDII, hadis baru dianggap sah apabila memenuhi tiga syarat yaitu manqul (bertemu dengan guru secara langsung), muttasil (bersambung kepada Rasulullah), dan musnad (memiliki sanad). Mereka menyatakan bahwa setiap ilmu apapun yang diperoleh, termasuk juga hadis dan alatnya, yang boleh diterima adalah yang manqul (yang keluar dari ucapan sang imam).

            Manqul bermakna dinukil (dipindahkan), diriwayatkan, diambil langsung dari sumbernya, harus dinukil langsung dari lisan sang Amir yakni Nurhasan al Ubaidah. Yaitu harus berhadapan langsung dan bukan melalui tulisan maupun media lainnya. Sedangkan muttasil dan musnad diartikan bahwa hadis tersebut harus memiliki ketersambungan sanad yang sampai kepada Rasulullah. Berawal dari Rasulullah saw. menyampaikan kepada sahabatnya, dari sahabat kepada para tabi’in, dari tabi’in kepada tabi’ tabi’in dan seterusnya sampai akhirnya kepada kita sekarang ini melalui sanad yang shahih.[10]

            Bahkan Menurut H. Nurhasan sendiri, sanad yang terakhir tersebut adalah dirinya sendiri. Sehingga setiap hadis ataupun ilmu apapun haruslah melalui H. Nurhasan, baik bacaan, materi maupun penjelasannya. Tanpa melalui beliau, hadis tersebut tidak sah dan tidak boleh dipergunakan oleh kaum muslimin.

            Mereka juga mendudukkan hadis dhaif seperti layakya hadis palsu yang sama sekali tidak boleh digunakan dalam berhujjah maupun untuk fadhailul a’mal. Hadis dhaif (lemah), menurut kelompok LDII dianggap sebagai sesuatu yang menjijikkan, hingga ketika seseorang menyampaikan atau menggunakan hadis dhaif dalam membuat dalil, mereka akan bergegas mencemooh, mencela dan langsung menolaknya.[11]

Tokoh Tokoh dalam Ormas Islam LDII

1.      Nur Hasan al-Ubaidah Lubis

Pendiri dari aliran Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) adalah Kyai Nur Hasan al-Ubaidah Lubis, nama kecil beliau adalah Madigal, seorang pribumi asal Jawa Timur. Aliran ini merupakan nama baru dari sebuah aliran Islam yang cukup besar dan tersebar di Indonesia.[12] Nur Hidayat menyebutkan, pada tahun 1951 awal berdirinya lembaga ini dinamakan Darul Hadis bertempat di Desa Burengan, Banjaran, Kediri, Jawa Timur. Beberapa tempat juga terdapat di dua daerah lain yang diduga menjadi asal munculnya aliran ini, yaitu Desa Gadingmangu, Kecamatan Perak Kabupaten Jombang dan Desa Pelem, Kertosono, Nganjuk Jawa Timur. Pada tahun 1968, aliran ini dibubarkan karena ajarannya dianggap menyimpang dan meresahkan masyarakat setempat oleh Pengurus Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) Jawa Timur. Maka dari itu, aliran ini mengganti nama dengan Islam Jamaah (selanjutnya disebut IJ) ditahun yang sama.

Setelah ajaran ini dianggap menyimpang maka berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung RI tanggal 29 Oktober 1971 secara resmi gerakan Islam Jamaah dilarang di seluruh di Indonesia. Bulan November tahun 1990, mereka mengadakan Musyawarah Besar Lemkari bertempat di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta dan berganti nama menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia).[13]

2.      Nur Hasyim

3.      Edi Masyadi

4.      Bahroni Hertanto

5.      Soetojo Wirjo Atmodjo

6.      Wijono



[1] Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam, Bahaya Islam Jamaah-LEMKARI-LDII (Jakarta: Al-Kautsar, 1999), 5-6.

[2] Nur Hidayat Muhammad, Benteng Ahlussunnah wal Jamaah: Menolak Faham Salafi, Wahabi, MTA, Hizbut Tahrir dan LDII (Kediri: Nasyrul Ilmi, 2012), 13.

[3] Ottoman. “Asal-usul dan Perkembangan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)” dalam Jurnal UIN Raden Fatah Palembang, 21.

[4] Ibid., hal 22

[5] Sri Pajriah , Gerakan Lembaga Dakwah Islam Indonesia , ( Surakarta : FATABA , 2013 ) , 35

[6] Syamsul Arifin, studi agama Perspektif Sosiologis dan Isu Isu Kontemporer, ( Malang : Umum Press , 2009 ) , 257

[7] Muhajirin , Syariah Kehidupan , ( Jakarta : Gema Insani Press, 2014 ) , 201

[8] Muhammad Hasbi , Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis , ( Semarang : Pustaka Rizki Putra , 2009 ) , 123

[9] Ibid., Hal 125

[10] Ottoman. “Asal-usul dan Perkembangan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)” dalam Jurnal UIN Raden Fatah Palembang, 26.

[11] Nur Hidayat Muhammad, Benteng Ahlussunnah wal Jamaah: Menolak Faham Salafi, Wahabi, MTA, Hizbut Tahrir dan LDII (Kediri: Nasyrul „Ilmi, 2012), 45.

[12] Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam, Bahaya Islam JamaahLEMKARI-LDII (Jakarta: Al-Kautsar, 1999), 5-6.

[13] Nur Hidayat Muhammad, Benteng Ahlussunnah wal Jamaah: Menolak Faham Salafi, Wahabi, MTA, Hizbut Tahrir dan LDII (Kediri: Nasyrul „Ilmi, 2012), 14.

Next
This is the current newest page
Previous
This is the oldest page
Thanks for your comment